Bahasa
Ibu
Oleh:
Sitti
Supiyati
7516120282
Disusun Sebagai Tugas
Individu
Mata Kuliah
Pengembangan Bahasa Dan Sosial Budaya
S2 Program
Pascasarjana-Universitas Negeri Jakarta
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Soegeng
Santoso, M.Pd
Dr. Totok Bintoro, M.Pd
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa
Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh
sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata
cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa
Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa
Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk
mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan
dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai
bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan
masyrakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia
wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang
disebut ragam bahasa. Dimana ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
pemakaiannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan.
Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa lisan, karena lebih
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah.
Namun apa yang penulis lihat di lapangan saat ini, para anak muda jarang
ada yang betul – betul masih mengenal bahasa ibu kita dengan baik, entah bahasa
nasional maupun bahasa daerah kita masing – masing. Kecenderungan yang terjadi
saat ini, kita sering mencampur bahasa ibu dengan bahasa asing atau bahasa
gaul/prokem. Misalnya, saat bertemu dengan teman akrab, kita akan berkata,
“Hei, apa kabar, Bro?” atau saat melakukan kesalahan, kita akan lebih nyaman
berkata, “Sorry” daripada berkata “Maaf”. Bahasa ibu yang beredar di lapangan
lebih bermakna sebagai bahasa masa lalu, bahasa emak – emak, bahasa yang lebih
dikenal oleh para orang – orang tua kita dan para pendahulunya. Saat seseorang
menggunakan bahasa ibu secara utuh, bahasanya akan terkesan resmi dan tidak
akrab. Akan lebih santai bila kita mencampurnya sedikit banyak dengan bahasa
asing atau bahasa gaul/prokem.
Setiap daerah memiliki ragam bahasa lisan yang
berbeda-beda namun pada saat ini banyak masyarak yang melupakan ragam bahasa
dari daerahnya sehingga tidak menutup kemungkinan lama kelamaan ragam bahasa
ini akan pudar makadari itu penulis ingin membahas tentang bahasa ibu dari
daerah Sulawesi Selatan yang merupakan Daerah di Pulau Sulawesi terkhususnya
Kota Makassar yang notabene bahasa ibu yang digunakan adalah Bahasa Makassar.
B. Permasalahan
1. Apakan yang dimaksud Bahasa Ibu?
2. Pentingkah bahasa ibu tersebut dalam kehidupan Anak Usia
Dini?
C. Motivasi Penulisan
Paper
Agar
setiap Warga Negara tetap menjunjung tinggi Bahasa Ibu yang ada pada daerah masing-masing
sehingga tidak terjadi kepunahan keberagaman bahasa yang ada di Indonesia
dengan hadirnya berbagai macam bahasa yang dapat mebuat Bahasa Ibu Punah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi Bahasa Ibu
Orang tua dan lingkungan
mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di
lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan
Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan
yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan
Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta
makhluk social. Tarigam memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala
dari konsep kognetif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun
perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang yang
kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah
teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta
ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua
sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa
pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua
Pemerolehan bahasa
pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya
pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula
tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati,
2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai
bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1).
Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal
atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
KBBI
mendefinisikan bahasa ibu sebagai bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak
lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti
keluarga dan masyarakat lingkungannya. Berbicara tentang keluarga memang
tidak harus ibu tetapi karena ibu dianggap orang yang akan paling dekat dengan
seorang anak sejak masa kelahiran, maka istilah ‘ibu’ dipilih dan bukannya
‘ayah’ atau ‘keluarga’, meskipun dalam kenyataannya ada banyak juga anak-anak
yang sejak bayi tumbuh dan menjadi besar tidak bersama ibunya. Karenanya memang
mungkin lebih masuk akal jika istilah ‘ibu’ di sini tidak hanya dimaknakan
sebagai ‘ibu fisik’ tetapi hendaknya juga dimaknakan sebagai ‘ibu lingkungan’,
dan yang dimaksud dengan ibu lingkungan tentunya siapa saja di rumah – tempat
seorang anak paling banyak menghabiskan waktunya untuk belajar
berkomunikasi menggunakan satu bahasa tertentu atau banyak bahasa tertentu
yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan seorang anak sejak masa
kelahirannya.
Ali (1995:77) mengatakan bahasa ibu adalah
bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi
dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat
lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama merupakan suatu proses awal yang
diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
Bahasa ibu, menurut penulis adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa kita
yaitu bahasa Indonesia. Bahasa ibu juga bisa jadi merupakan bahasa daerah kita
berasal misalnya saya sebagai penulis dari makassar maka bahasa ibu dari daerah
saya adalah Bahasa Makassar. Bahasa ibu merupakan bahasa yang lebih
awal kita kenal, bahasa ini yang membantu kita sehingga bisa jadi seperti
sekarang ini. Bahasa ibu merupakan bahasa yang sebagian orang yang mampu
memaknainnya sebab bahasa ini berbeda dengan bahasa-bahasa dari satu daera ke
daerah yang lain
B. Pentingnya Bahasa Ibu
Bukanlah suatu kesalahan bagi kita untuk menggunakan bahasa asing atau
bahasa gaul/prokem. Hanya saja menurutku, akan lebih baik bila kita mengenal
bahasa kita sendiri dengan baik dulu. Banyak kata dalam bahasa Indonesia yang
anak muda saat ini kurang tahu arti pastinya. Misalnya…… Padahal, banyak prosa
dan puisi jaman dulu yang menurutku lebih berkesan dan memiliki makna lebih
dalam dibandingkan dengan masa kini. Akan tetapi kita juga tidak bisa
menyalahkan anak muda masa kini begitu saja. Para orang tua pun menurutku juga
ikut andil dalam penurunan daya tarik bahasa ibu, dari segi cara pengenalan
sampai cara melestarikannya.
Seringkali pemikiran bahwa bila kita bisa suatu bahasa asing merupakan
sesuatu yang dapat dibanggakan dibandingkan bila kita bisa mendalami bahasa
kita sendiri membuat bahasa kita sendiri semakin terasing di kalangan bangsanya
sendiri. Apa kita tidak malu dengan para orang asing yang sekarang ini seakan
berlomba – lomba belajar tentang kebudayaan kita, bahasa kita, sementara kita
sendiri yang merupakan para pribumi seakan meninggalkan milik kita sendiri?
Para orang asing tersebut mempelajari bahasa kita tanpa meninggalkan bahasa
mereka sendiri. Bukankah kita akan lebih kaya bila kita bila mendalami bahasa
lain tanpa meninggalkan bahasa kita sendiri?
Bahasa Ibu sebagai sebuah keniscayaan mungkin tidak
perlu dipertentangkan, tetapi melihat fenomena arus perubahan yang akhir-akhir
ini semakin deras melanda dan melumat semua aspek kehidupan yang pernah
diyakini sebagai sesuatu yang mapan dan tidak mungkin berubah juga sebuah
keniscayaan, maka paradigma berpikir banyak orang, termasuk para ahli bahasa
sudah saatnya untuk ditata dan dikaji ulang. Banyak pihak beranggapan bahwa
pendapat yang mengatakan Bahasa Ibu akan punah suatu ketika nanti terlalu
ekstrim dan mengada-ada. Bahasa Ibu tidak akan punah dan tidak akan pernah punah.
Berubah pasti, tetapi punah tidak. Edith Lam seorang guru matematika, yang
membantu dua peneliti bahasa, Veronica Hsueh and Tara Goldstein, yang
mengamati dan merekam bagaimana bahasa ibu dapat membantu siswa menguasai
bahasa asing, ternyata memperoleh simpulan yang cukup mengejutkan. Bahasa ibu
ternyata tidak hanya membantu para siswa berkomunikasi antar mereka tetapi juga
membantu penguasaan bahasa asing lebih cepat.
Lalu
bagaimana dengan perubahan yang pasti terjadi pada keberlangsungan dan
kebertahanan bahasa ibu? Seperti kata Price Pritchett bahwa ‘perubahan selalu
datang sambil membawa hadiah’, maka perubahan yang pasti datang mungkin tidak
perlu terlalu dirisaukan karena toh pasti ada manfaat yang
dapat dipetik dari perubahan yang ada!
Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak
dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu.
Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum
mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh
maka pada usia tertentu anak lain atau bahasa kedua yang ia kenalnya sebagai
khazanah pengetahuan yang baru.
Apabila dalam proses awal menunjukkan
pemahaman dan penghasilan yang baik dari keluarga dan lingkungan bahasa yang
diperolehnya, proses pemerolehan bahasa selanjutnya akan mendapatkan kemudahan.
Tahapan-tahapan berbahasa ini memberikan pengaruh yang besar dalam proses
pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan
penghasilan (produksi) bahasa pada diri anak melalui beberapa tahap mulai dari
meraban sampai fasih berbicara (Indrawati dan Oktarina, 2005:21).
Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih
apabila bahasa pertama yang diperoleh sebelumnya sangat erat hubungannya
(khususnya bahasa lisan) dengan bahasa kedua tersebut. Hal itu memerlukan
proses, dan kesempatan yang banyak. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan
dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa
itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer,
1994:66).
Pemerolehan bahasa pertama atau Bahasa Ibu sudah
barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Apa saja dampak yang kemungkinan muncul akan penulis paparkan dalam tulisan
ini.
a) Beragam
Bahasa Pertama
Bangsa Indonesia memiliki banyak suku,
budaya, dan bahasa dengan ragam dialek yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
wajarlah bila di suatu sekolah atau Taman Kanak-kanak terdapat berbagai bahasa ibu mengingat siswa
berasal dari berbagai latar belakang dan suku bahkan bahasa daerah yang beragam
pula. Bahasa daerah sebagai bahasa pertama dikenal anak sangat berpengaruh
terhadap pemerolehan bahasa Indonesia yang akan diperoleh anak di sekolahnya.
Adanya berbagai macam dan ragam bahasa
menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat
(Chaer, 1994:63). Dialek atau pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam
tatanannya sebagai bahasa lisan memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa
Indonesia yang baik dan benar meskipun dari segi makna masih dapat diterima.
Pelafalan yang nyata sering terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai
dialek bahasa di nusantara yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau.
Dialek-dialek tersebut akan lebih baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi
bila dialek itu diselingi dengan bahasa daerah dari bahasa ibu petuturnya
sehingga tidak menimbulkan permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa
karena terdapat bahasa daerah yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun
memiliki makna yang berbeda. Contoh:
·
suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak
ada
·
suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
·
kenek dalam
bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
·
kenek dalam bahasa Jawa
bermakna kena
·
abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
·
abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
Melalui beberapa contoh
itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan
bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar,
lokakarya, simposium, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya
akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Arifin dan Hadi (1989:11) menegaskan
bahwa pelafalan dan penggunaa bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali,
dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi atau formal sebaiknya
dikurangi. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah yang sering digunakan
sebagai bahasa ibu mempunyai dampak dalam perolehan bahasa siswa secara resmi
atau formal berupa bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b) Dampak Pemerolehan Bahasa Ibu
Keanekaragaman budaya
dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan
diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang
tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan
bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah
menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di sekolahnya. Tuturan
bahasa pertama yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung
terhadap proses pembelajaran bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia. Hal ini
sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa
dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan
bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua yaitu bahasa
Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.
Selain dua situasi di
atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang
berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan
kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam
ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang
berbeda pula.
Bagi anak, orang tua
merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika mereka
meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak
serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai
bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau
tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya
sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya
dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan
lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu
sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di
dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak
bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam
Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern
behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih.
Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini
keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya
tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai
pemerolehan bahasa pertama yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk
menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua.
Perolehan bahasa kedua
(bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang
mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai
pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah.
Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok
seseorang pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam
kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting
dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian
antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang
dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada
kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa
pengantar pendidikan.
Peranan Guru (kelas
bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat
memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama.
Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan
guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan
mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Saya merupakan anak yang lahir dari
rahim seorang ibu yg bersuku Makassar jadi bahasa ibu yang saya dapatkan adalah
bahasa Makassar. Bahasa Makasar, juga disebut sebagai bahasa Makassar atau Mangkasara' adalah
bahasa yang dituturkan oleh suku Makassar, penduduk Sulawesi Selatan, Indonesia.
Bahasa ini dimasukkan ke
dalam suatu rumpun
bahasa Makassar yang sendirinya merupakan
bagian dari rumpun bahasa
Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu - Polinesiadari rumpun bahasa
Austronesia. Bahasa ini mempunyai abjadnya sendiri, yang disebut Lontara, namun sekarang banyak juga ditulis dengan menggunakan huruf Latin.
Huruf Lontara berasal dari
huruf Brahmi kuno dari India. Seperti banyak turunan
dari huruf ini, masing-masing konsonan mengandung huruf hidup "a"
yang tidak ditandai. Huruf-huruf hidup lainnya diberikan tanda baca di atas, di
bawah, atau di sebelah kiri atau kanan dari setiap konsonan.
Sejak
kecil bahkan sejak dalam kandungan ibu saya sering mempergunakan bahasa Makassar
sebab di daerah saya masih banyak warga yang kurang memahami bahasa indonesia
sehingga bahasa makassar merupakan bahasa yg tepat dalam berkomunikasi pada
saat itu.
Meski
bahasa melayu/indonesia dialek makassar dipakai dalam percakapan sehari-hari di
makassar, tetapi saya harus menjelaskan sedikit partikel-partikel tertentu,
dengan unsur-unsur bahasa makassar yang diserap dan dicakapkan secara tepat.
Dii’
|
Dipakai
untuk meminta dukungan atau penegasan (seperti ‘kan’
|
“iyo dii? Atau ‘iye’ dii’?”
|
Toh /ko
|
Juga
dipakai untuk memita dukungan atau penegasan (seperti ‘kan’)
|
“sudah sampai toh?”
|
Kii’
|
Dipakai
untuk meminta dukungan atau penegasan (seperti ‘kan’)
|
“ngapa kii” ?” (atau “kenapaki”)
|
Mii’
|
Memastikan
sesuatu
|
“sudah
mii” atau “cepat mii”
|
Ta’
|
Kependekan
‘kita’ tetapi dipakai untuk menyatakan secara halus sesuatu merupakan milik
bersama
|
Guru
ta’(ustadz kita); tv ta’ (TV kita semua)
|
Tauwwa
|
Partikel
penegas (seperti ‘ya kan?)
|
Di
makassar tauwwa?
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang
dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota
masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahasa pertama merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak
dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
B. Saran
Sebaiknya warga indonesia
yang memiliki keragaman bahasa tidak melupakan bahasa ibu dari daerah
masing-masing, sebab bahasa ibu memiliki banyak peranan dalam perkembangan
seorang anak.
Daftar
Pustaka
Crystal, D. 2000. Language Death. Cambridge : Cambridge
University Press.
Dittmar, Norbert. 2001. Sociolinguistics: A Critical Survey of
Theory and Application.London: Edward Arnold Publisher
Fishman, J. A. 1991. Reversing language Shift: Theory and Practice
of Assistance to Threatened Languages. Clevedon : Multilingual
Matters.
Fishman, J. A. (ed.) 2000. Can Threatened Languages Be Saved?
Reversing Language Shift, Revisited: A 21st Century Perspective.
Clevedon : Multilingual Matters.
Grenoble, L. A. and Whaley, L. J. 1998. Endangered Languages:
Language Loss and Community Response. Cambridge University Press.
Modrak, Deborah K.W. 2001. Aristotle: Theory of Language and
Meaning. Cambridge: Cambridge University Press
Nettle, D. and Romaine, S. 2000. Vanishing Voices. Oxford
University Press.
Reyhner, J. (ed.) 1999. Revitalizing Indigenous Languages.
Flagstaff, AZ : Northern Arizona University, Center for Excellence in
Education.
Verdoodt, Albert F. 1997. ‘The Demography of Language’ in Florian Coulmas
(Ed.) The Handbook of Socilinguistics. Oxford: Blackwell
Publishers, Inc.
Wales, Katie. 2001. A Dictionary of Stylistics. Harlow:
Pearson Education
Arifin, E. Zaenal dan Farid Hadi. 1991. 1001
Kesalahan Berbahasa. Jakarta:CV Akademika Pressindo.
Badudu, J.S. 1985. Pelik-pelik Bahasa Indonesia.
Bandung: Pustaka Prima.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Effendi,S. 1994.
Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya
Fachrozi,
Irwan dan Diem, C.D. 2005. “Hubungan Antara Peranan Orangtua, Keterlaksanaan
Bahan Bacaan di Perpustakaan Sekolah, dan Minat Baca Siswa SLTP Negeri di
Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.”Lingua,
6(2): 147.
Indrawati, Sri dan Santi Oktarina. 2005. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah
Kajian Fungsi Bahasa.” Lingua, 7 (1): 21.
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Safarina,
D. Sopah, dan Indrawati, S. 2006. ”Analisis Kesalahan Berbahasa Ragam Tulis
Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri I Palembang.” Lingua, 7 (2): 157.
http://www.rappang.com/2010/02/bahasa-kota-makassar-hal-yang-beda-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar