BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa
anak usia dini sering juga disebut golden age atau usia keemasan karena pada
rentang usia ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat
pada berbagai aspek. Begitu juga dengan perkembangan motorik anak. Pada usia
ini badan anak masih begitu lentur dan mudah diarahkan ditambah dengan
kesenangannya bereksplorasi dan seperti tak mengenal rasa takut, sehingga masa
ini juga disebut usia penjelajah.
Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) merupakan keseluruhan proses pendidikan yang diselenggarakan
di dalam kelurga, di Taman Kanak-Kanak dan Kelompok Bermain. Proses pendidikan
merupakan kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam
taman kanak-kanak, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh anak didik sebagai
peserta didik.
|
Pendidikan merupakan hak anak
sebagai mana diatur dalam undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
anak yang menyataka bahwa:
Setiap
anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
hal-hal yang bersifat kekerasan dan diskriminasi.”Salah satu implementasi dari
hak anak ini adalah setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
yang layak dalam rangka pengembangan pribadi dan tingkat kecerdasan anak sesuai
dengan minat dan bakat anak[1].
Anak
usia 4-5 tahun memiliki energi yang tinggi. Energi ini digunakan untuk
melakukan berbagai kegiatan fisik, baik yang berhubungan dengan kemampuan
motorik kasar seperti berlari, melompat bergantung, melempar dan menendang,
ataupun motorik halus seperti menggunakan jari-jari tangan untuk menyusun
puzzle, ataupun memilih balok. Dengan energi yang besar sekaligus semangat anak
yang tinggi untuk bereksplorasi, maka segala gerakan yang diajarkan pada anak
akan dianggapnya sebagai suatu permainan yang menyenangkan. Sehingga usia 4-5
tahun disebut juga masa bermain.
Kesempatan
yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar menemukan, aktivitas sensori motor
yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk
memenuhi perkembangan perseptual motorik (Catron dan Allen dalam Yuliani,
1999:287-304)[2].
Bermain
dapat memacu perkembangan perseptual motorik pada beberapa area, yaitu: (1)
koordinasi mata-tangan atau mata-kaki seperti saat menggambar, menulis,
memanipulasi objek, mencari jejak secara visual, melempar, menangkap,
menendang; (2) kemampuan motorik kasar, seperti gerak tubuh ketika berjalan ,
melompat, berbaris, meloncat, berlari, berjingkat, berguling, merayap, dan
merangkak; (3) kemampuan bukan motorik kasar (statis) seperti menekur, meraih,
bergiliran, memutar, meregangkan tubuh, jongkok, duduk, berdiri, bergoyang, (4)
manajemen tubuh dan kontrol seperti menunjukkan kepekaan tubuh, kepekaan akan
tempat;keseimbangan;kemampuan untuk memulai, berhenti, mengubah petunjuk[3].
Pengembangan
Motorik sangat memerlukan bantuan orangtua atau pembimbing untuk melatih dalam
pertumbuhanya, sehingga potensi motirik anak bisa berkembang secara optimal.
Gerak motorik baru bagi anak usia dini memerlukan pengulangan-pengulangan dan
bantuan orang lain, pengulangan itu merupakan bagian dari belajar. Setiap
pengulangan dalam keterampilan baru, memerlukan konsentrasi untuk melatih
koneksitas dan koordinasi gerak dengan indera lainya (Papalia, 2001:144). Masih
dalam konteks pengembangan motorik anak usia dini ini, juga perlu melihat dan
mempertimbangkan kebuthan anak, dan ragam perbedaan pertumbuhan mental secara
individual. Hal ini penting diperhatikan untuk memberikan layanan yang
akomodatif. Terkait dengan pengembangan motorik ini, perlu juga diperhatikan
kematangan motorik yang terjadi pada anak, baik motorik halus maupun motorik
kasar. Kematangan ini merupakan hasil dari awal penstabilan yang dilakukan dari
setiap penguasaan ketrampilan baru (Papalia,2001:140), secara skuensi (Seifert
and Hoffnung, 1987:179).
Secara
alami dan kondisi natural tak tersentuh teknologi seperti jaman dulu, kemampuan
motorik anak akan berkembang secara normal dan biasanya tanpa masalah yang
berarti. Tapi dengan kondisi kehidupan saat ini yang sudah sangat dimudahkan
oleh teknologi, sistem komunikasi yang membuat semakin dekat dan mudah,
permaina dan pembelajaran yang menggunakan teknologi. Maka banyak gerakan dan
tenaga yang hemat pada anak-anak. Sehingga jika tanpa stimulus dari orang tua
dan lingkungan terdekat, mungkin terjadinya keterlambatan kemampuan motorik
yang akhirnya bisa menghambat potensi anak yang lainnya. Untuk itu diperlukan
partisipasi orang dewasa, terutama sang ibu untuk menstimulus perkembangan
motorik anaknya.
Hanya
saja, karena tingkat kebutuhan dasar ataupun kebutuhan gaya hidup terus
meningkat selama dekade ini, menyebabkan makin banyak wanita bekerja di luar
rumah dan anaknya ditinggalkan bersama media elektronik.
Di
Makassar khususnya Kabupaten Maros yg merupakan kota pembangunan merupakan kota
yang sudah terkena teknologi dan informatika.
Penelitian
ini dilakukan di daerah Kabupaten Maros Sulawesi-Selatan (Kota Makassar). Demikian juga gambaran keadaan di daerah sulawesi
Selatan yang merupakan daerah agraris dimana sebagian besar orang tua
disibukkan dengan aktivitas bekerja di luar rumah (di pabrik, kebun, kantor
dll), sehingga tidak luput dari permasalahan yang diutarakan. Perhatian mereka
terhadap putra-putrinya sangat kurang. Sehingga pembantu yang membantu para
orang tua yang dihadapkan kepada permasalahan tersebut dengan harapan
putra-putri mereka tetap merasakan adanya kasih sayang, keceriaan dan yang
pasti mendapatkan kesenangan dan sebagian besar anak mereka mendapatkan
kesenangan dengan menggunakan teknologi yang lumayan canggih.
Secara jarak tempuh daerah kabup[aten Maros sangat
jauh dari pusat kota Makassar. Kondisi tronsportasi kota yang sangat macet
semakin memperpanjang waktu tempuh dan jam ibu bekerja di luar rumah atau
ketika ibu ingin menggarap sawah atau lahannya maka ibu sering keluar rumah
pada waktu subuh dan balik jam 6 malam, maka ketika kita liat waktu untuk anaknnya,
bisa diperkirakan bahwa sang ibu sudah brangkat sebelum anaknya bangun dan tiba
di rumah ketika anaknya sudah kembali tidur, dengan kata lain waktu ibu dan
anaknya sangatlah sedikit apalagi mengasuh anaknya pada waktu bekerja.
Jadi kapan waktu ibu untuk berinteraksi dan bermain
dengan anak, kalau bukan pada saat libur akhir pekan bahkan waktu liburpun
dipergunakan untuk kembali mengerjakan tugas kantor atau bagi yang d desa
kembali tetap berkebun. Kuantitas akhir pekan ini pun juga bisa akan didiskon
karena ibu juga harus mengurus hal-hal rumah tangga lain seperti berbelanja
bulanan, kepasar, atau kegiatan-kegiata sosialnya misalnya pertemuan warga atau
pertemuan keluarga. Kurangnya kualitas dan durasi pertemuan antara ibu dan anak
secara fisik, dan akhirnya juga akan mengurangi pertemuan mereka tentunya sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak apalagi ketika anaknya disodorkan permainan
yang menggunakan teknologi yang serba canggi sehingga mengurangi ruang gerak
anak.
Sebagai daerah yang terdiri dariberbagai kompleks
perumahan, sistemnya cenderung homogen secara ekonomi dan pendididkan tapi
heterogen secara agama dan budaya. Dimana masing-masing keluarga karena
kesibukan kegiatannya keluar rumah dan tidak jarang kita dapati seorang ibu
yang menguncikan anaknya didalam rumah.
Dengan lingkungan perumahan yang individual, dunia
masing-masing anak sedikit dan juga alasan keamanan. Akhirnya anak tidak
mempunyai teman bermain, baik untuk bermain di dalam rumah, maupun diluar
rumah. Sementara kondisi rumah yang berdekatan, dengan halaman yang terbatas,
tidak memungkinkan anak untuk melakukan permainan yang membutuhkan ruang gerak
yang banyak.
Dengan tidak adanya teman sebaya yang bermain didalam
maupun diluar rumah, juga tidak adanya orang dewasa yang menemani anak bermain
diluar rumah, maka ajang anak bermain dengan teman sebayanya yang dapat
diandalkan adalah disekolah. Sementara kegiatan fisik dan bermain anak di
sekolah juga sangat terbatas dengan
adanya kurikulum, yang pada umumnya lebih berorientasi pada perkembangan
kognitif anak.
Sekarang ini mudah kita perhatikan keluarga yang
memiliki masalah yaitu keluarga yang kedua orang tuanya bekerja dari pagi
hingga malam. Sehingga tidak ada anggota keluarga yang bisa mengawasi
pertumbuhan dan perkembangan anak selama orang tua pergi bekerja seharian. Juga
tidak ada anggota keluarga yang bisa mengajak anak bermain, sesuai dengn
usianya.
Sebaliknya ada juga ibu yang tidak bekerja tapi dengan
situasi yang cukup sulit karenma tidak adanya orang lain selain dirinya dan
anaknya dirumah, sehingga ia sendiripun sudah sangat kerepotan dengan urusan
rumah tangga, termasuk dalam hal ini kepengurusan anak. Apalagi jika hal ini
ditambah dengan kurang mengertinya mengenai masalah tumbuh kembang dan
pendidikan anak. Yang pada akhirnya anak tetap tidak mempunyai teman untuk
bermain sesuai dengan kebutuhan usianya.
Selain itu ditambah dengan adanya anggapan masyarakat
umum bahwa tumbuh kembang anak adalah sesuatu yang alamiah sehingga dengan
adanya pembantu/pengasuh, sekolah yang bernuansa agama, dan keikutsertaan less
tambahan sudah mencukupi kebutuhan pendidikan anak mereka. Sehingga tanpa
disadari terjadilah hand over tanggung jawab orang tua pada lembaga terkait
untuk masalah tumbuh kembang anak. Untuk mendapatkan penilaian bahwa anak
mereka berhasil indikatornya adalah anak yang berprestasi secara akademis, yang
biasanya berupa laporan berisi aspek-aspek kognitif dari sekolah anak.
Karena keterbatasan kondisi tersebut, tidak heran
banyak anak usia TK sudah brangkat ke sekolah jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore, karena setelah pulang dsekolah jan 1
siang kegiatan mereka dilanjutkan dengan les-lesyang umumnya terdiri dari les
yang meningkatkan kemampuan kognitif, seperti les membaca, les menulis,
matematika, bahasa inggris ataupun kursus yang meningkatkan kreativitas anak
seperti kursus menari atau kursus mewarnai.
Karena hal tersebut di atas, maka bagi orang tua yang
tidak mengikut sertakan anaknya les, ataupun pada hari dimana anaknya tidak ada
jadwal les, mereka sangat “terbantu” dengan adanya perkembangan teknologi
karena anaknya bisa bermain game atau permainan digital sehingga anaknya tidak
perlu kemana-mana dan hanya tinggal di rumah. Tanpa menyadari sebenarnya banyak
hal buruk yang ditimbulkan oleh
permainan-permainan tersebut.
Menonton TV, permainan komputer membuat anak kurang
bergerak, menimbulkan kegemukan dan penurunan keterampilan motorik kasar ataupun
kecerdasa kinestetik anak. Atau lebih jauh lagi akan timbulnya beberapa
penyakit persendian yg muncul setelah anak semakin besar, karena posisi yg sama
dalam waktu yang cukup lama.
OBESITAS pada
anak sudah mencapai taraf epidemi di banyak negeri. Organisasi Kesehatan Dunia
mengatakan bahwa di seluruh dunia terdapat kira-kira 22 juta anak di bawah
usia lima tahun yang kelebihan berat badan. Sebuah survei nasional di Spanyol
menyingkapkan bahwa 1 dari setiap 3 anak kelebihan berat badan atau obes. Hanya
dalam waktu sepuluh tahun (1985-1995), obesitas pada anak naik tiga kali lipat
di Australia. Dalam tiga dasawarsa terakhir, obesitas pada anak berusia 6
hingga 11 tahun meningkat lebih dari tiga kali lipat di Amerika Serikat.
Obesitas
pada anak juga dialami negara-negara berkembang. Menurut Satuan Tugas Obesitas
Internasional, di beberapa bagian Afrika, ada lebih banyak anak yang mengalami
obesitas ketimbang malnutrisi. Pada tahun 2007, Meksiko menempati urutan kedua
di dunia, setelah Amerika Serikat, untuk obesitas pada anak. Konon di Mexico
City saja, 70 persen anak dan remaja kelebihan berat badan atau obes. Ahli
bedah anak Dr. Francisco González memperingatkan bahwa generasi ini
mungkin adalah ”generasi pertama yang akan mati sebelum orang tua mereka akibat
komplikasi obesitas”[4].
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar
belakan masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui :
Bagaimana perkembangan motorik anak dengan kondisi perumahan dan persawahan ,
yaitu dengan kondisi kurang atau tidak adanya teman bermain sebaya? Bagaimana
perkembangan motorik anak dengan kondisi rumah tidak ada orang dewasa yang
membimbing mereka bermain sesuai dengan usianya?Bagaimana perkembangan motorik
anak menghadapi era serangan teknologi digital? Bagaimana menghadapi masalah
obesitas pada anak akibat serangan permainan teknologi digital? Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi motorik kasar anak? Apakah ada hubungan berat badan
anak dengan kemampuan motorik anak? Bagaimana kemampuan dasar motorik anak untuk
melakukan permainan misalnya kemampuan berlari?Bagaiman pola bergerak anak yang
cenderung individual dan statis terhadap kemampuan motorik anak? Bagaimana cara
agar anak-anak bergerak? Bagaimana cara meningkatkan kemampuan motorik anak?
Bagaimana agar anak sehat, bugar dan tidak mengalami obesitas?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dari
sekian banyak masalah yang teridentifikasih, karena pada usia 4-5 tahun
syaraf-syaraf yang berfungsi untuk mengontrol gerakan motorik sudah mencapai
tahap kematangannya[5],
dimana tahap perkembangan gerakan dasar motorik kasar pada usia 4-5 tahun sudah
berada pada tahap matang pada tungkainya,[6] maka ruang lingkup
penelitian yang diteliti dibatasi pada masalah Pengaruh Pola Asuh Orang Tua danTeknologi Digital Terhadap berat badan pada
anak usia 4-5 tahun, pada siswa
kelas A di RA Al – Irsyad Dg Naba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Baik
laki-laki maupun perempuan yang berusia antara 4 (empat) sampa 5(liam) tahun,
yang memiliki karakteristik umum seperti sama pada perkembangan motorik kasarnya.
secara operasiona penelitian ini melibatkan dua variabel bebas, yaitu (1)Pola
Asuh Orang tua dan (2)Teknologi Digital dan satu variabel terikat yaitu Berat
Badan anak usia 4-5 tahun.
D. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah terdapat pengaruh Pola Asuh Orang Tua
terhadap berat berlari anak usia 4-5 tahun pada anak Anak kelas A di RA Al – Irsyad Dg Naba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan?
2.
Apakah terdapat
pengaruh antara Berat Badan anak dengan teknologi Digital anak usia 4-5 tahun?
3.
Apakah terdapat
Pengaruh antara Pola Asuh Orang Tua Dan Teknologi
Digital terhadap berat badan anak, baik secara sendiri-sendiri
ataupun secara bersama-sama pada anak usia 4-5 tahun?
E. KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaru pola
asuh orang tua dan teknologi digital terhadap berat badan anak, baik secara
sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama dengan anak Anak kelas A di RA Al – Irsyad Dg Naba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan?
2.
Jika kedua variabel
tersebut mempunyai hubungan positif bisa dijadikan sebagai acuan dan informasi
kepada orang tua akan kebutuhan dasar anak
untuk bergerak, mengatur pola kegiatan fisik anak dan meningkatkan
kemampuan motorik kasar anak, serta pola makan (gizi) anak.
3.
Sebagai data
informasi kepada para orang tua dan dapat mengembangkan sumber daya ibu-ibu
yang tidak bekerja untuk membantu anaknya dalam perkembangan motorik kasarnya
atau membantu anak agar kebutuhan geraknya tercapai.
[1]Nanda. 2007. UU Perlindungan
Anak, Benarkah Melindungi Anak?. Dalamhttp://qathrunnadacom.multiply.com. Diakses tanggal 7 Januari 2013pukul 04.02 pm
[2] Yuliani,
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Din (Jakarta:PT Indeks, 2009) hal.63-64
[3] ibid
[4] Ine
Mahardikawati, Obesitas Pada Anak,”Media Sehat.com, Minggu 30 Desember 2012.
[5] Martinis
Jamaris, Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak, Grasindo,
2006,h. 10
[6] David L.
Gallahue, John C. Ozmun, Motor Development, McGraw Hill,Undestanding Motor
Developmen, McGraw Hill, International Edition, 2006, 4th edition,
h.311
Tidak ada komentar:
Posting Komentar