Senin, 18 Februari 2013

Sekilas tentang PAUD


 1.    Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi Humanistik. Maslow percaya bahwa ,manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri.Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
  2. Kebutuhan akan rasa aman
  3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
  4. Kebutuhan untuk dihargai
  5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan.Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting
a.  Kebutuhan Fisiologis
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
b.  Kebutuhan Rasa Aman
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuatsistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
c.  Kebutuhan Dicintai dan Disayangi
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang lain.Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang ingin setia ka33wan dan butuh kesetiakawanan.Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar" dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu margadll. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga.Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.
d.  Kebutuhan Harga Diri
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga diri (esteem needs).  Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian.Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain.Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
e.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi.Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya
2.  Sarah Smilansky
Sarah Smilansky adalah seorang guru besar di Tel Aviv, University Israel. Smilansky peduli terhadap psikologi anak dan mengemukakan tentang “Pengembangan kognitif anak melalui permainan. Diyakini melalui permainan dan pengalaman nyata membuat anak mempunyai imajinasi.
Smilansky dalam Dockett dan Fleer (1999:59) percaya bahwa pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat fundamental dalam memberikan kerangka terbentuknya perkembangan dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan kosep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan melalui pengalaman yang nyata, sehingga anak dapat memperoleh pengetahuan baru untuk menunjukkan kreativitas dan rasa ingin tahu secara optimal.
Pada rentangan usia ini anak akan mengalami masa keemasan/Golden Age dimana anak mulai peka terhadap diri dan lingkungannya dengan melalui stimulasi yang diberikan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual.
Menurut Smilansky, setiap anak harus mengalami pengalaman main yang banyak. Anak usia dini belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan. Kebutuhan sensiomotorik anak didukung ketika disediakan kesempatan untuk berhubungan luas atau didalam ruangan. Untuk itu, berikan kesempatan untuk bergerak secara bebas bermain di halaman, dilantai, atau dimeja dan dikursi. Kebutuhan sensori motor anak didukung bila lingkungan baik didalam maupun diluar ruangan menyediakan kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan bermain yang berbeda yang mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Piaget dan Smilansky dalam Dockett dan Fleer (1999:59-60) mengemukakan tahapan bermain pada anak usia dini, sebagai berikut:
1.    Bermain Fungsional (Fungcional Play)
Bermain seperti ini berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang contohnya: berlari-lari, mendorong dan menarik mobil-mobilan.
2.    Bermain Membangun (Constructive Play)
Kegiatan bermain ini untuk membentuk sesuatu, menciptakan bangunan dengan alat permainan yang tersedia contohnya menyusun puzzle, Lego, atau Balok Kayu.
3.    Bermain Pura-pura (Make-believe play)
Anak menirukan kegiatan orang yang dijumpainya sehari-hari atau berperan/memainkan tokoh-tokoh dalam film kartun atau dongeng. Dimana anak melakukan peran imajinatif atau memerankan tokoh yang dikenalnya melalui film/dongeng/cerita lebih ditekankan pada bermain makro. Contoh dokter-dokteran, polisi-polisian, atau meniru tukang bakso.

4.    Bermain dengan peraturan (Game with rules)
Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi peraturan permainan. Aturan permainan pada awalnya dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permainan aslkan tidak menyimpang jauh dari aturan umumnya, misalnya bermain kartu domino, bermain tali atau monopoli.
Khusus tentang Dramatic play, Smilansky meyakini bahwa bermain melalui dramatic play sangat penting dalam mengembangkan kreativitas, intelektual, bahasa dan keterampilan social dan emosional. Tidak semua anak memiliki pengalaman dramatic play. Pada intinya bermain sangat mendukung perkembangan kognitif anak, social dan emosionalnya dan juga merupakan kegiatan yang sangat kondusif semua aspek perkembangan anak. Melalui dramatic play anak dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, belajar menampilkan peran yang dapat diterima lingkungannya dan juga keterampilan bersosialisasi agar kelak mampu menyesuaikan diri dengan kelompok social di masyarakat ataupun teman sebayanya.
3.  Erikson
            Erik Erikson, seorang psikoanalis Jerman sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, menjelajahi tiga aspek identitas: identitas ego (diri), identitas pribadi (personal keistimewaan yang membedakan seseorang dari yang lain, identitas sosial / budaya (kumpulan peran sosial seseorang mungkin bermain). Teori psikososial Erikson pembangunan mempertimbangkan dampak dari faktor eksternal, orang tua dan masyarakat pada pengembangan kepribadian dari kecil hingga dewasa. Menurut teori Erikson, setiap orang harus melewati serangkaian delapan tahapan yang saling terkait melalui seluruh siklus hidup.
1.    Bayi (Harapan) - Dipercaya Dasar vs Ketidakpercayaan
2.    Balita (Will) - Otonomi vs Malu
3.    Anak prasekolah (Tujuan) - Inisiatif vs Guilt
4.    Sekolah-Usia Anak (Kompetensi) - Industri vs Rendah diri
5.    Remaja (Fidelity) - Identitas vs Difusi Identitas
6.    Dewasa Muda (Cinta) - Intimacy vs Isolation
7.    Setengah baya Dewasa (Perawatan) - generativitas vs Self-penyerapan
8.    Lama Dewasa (Wisdom) - Integritas vs Keputusasaan

4.  Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan yang dilahirkan di Neuchatel, Swiss. Piaget merupakan anak yang jenius, artikel pertamanya terbit pada usia 12 tahun. Pada usia 18 tahun meraih gelar sarjana dan mendapatkan gelar doctor di usia 21. Piaget adalah seorang ahli dalam bidang biologi dan yang kemudian tertarik terhadap cara berpikir anak.
Piaget dalam Suparno (2003:20) berpendapat bahwa anak perlu diberikan berbagai pertanyaan untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya. Piaget melakukan penelitian longitudinal melalui pengamatan tentang perkembangan intelektual  pada ketiga anaknya. Pada tahap selanjutnya Piaget juga melakukan riset pada ribuan anak lainnya.
Menurut pandangan Piaget, intelegensi anak berkembang melalui suatu proses active learning. Para pendidik hendaknya mengimplementasikan active learning dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan yang dapat mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indra anak.
Ketika Piaget bekerja sama dengan binet dalam pengembangan tes untuk mengukur intelegensi, ia sangat tertarik dengan jawaban salah yang diberikan oleh seorang anak dalam tes yang diberikan kepada mereka, sehingga ia ingin tahu dan meneliti lebih lanjut apa yang ada dibelakang pemikiran anak terhadap jawaban salah tersebut.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget sampai pada kesimpulan bahwa:
1.    Anak bermain  dan berpikir aktif dalam mengembangkan kognitif mereka
2.    Kegiatan mental dan berpikir sangat penting untuk mengembangkan kegiatan anak
3.    Pengalaman-pengalaman sebagai bahan mentah untuk mengembangkan struktur mental anak.
4.    Anak berkembang melalui interaksinya dengan lingkungan
5.    Perkembangan terjadi sebagai hasil dari kematangan dan interaksi antara anak,lingkungan fisik dan social anak.
Disamping itu piaget mengemukakan tentang konsep dasar yang dapat mendukung perkembangan anak, yaitu: (1) semua orang membutuhkan belajar begaimana membaca dan menulis, (2) Anak belajar dengan baik dengan menggunakan panca inderanya, (3) Semua anak dapat dididik, (3) Semua anak harus di didik untuk memaksimalkan kemampuannya, (4) Pendidikan harus dimulai sejak dini, (5) Anak tidak harus dipaksa untuk belajar, tetapi harus sesuai dengan kesiapan belajar menekan dan harus mempersiapkan pada tahap selanjutnya, (6) Kegiatan belajar harus menarik dan berarti bagi anak, (7) Anak dapat belajar aktivitas berdasarkan keterkaitanya.

a.    Cara Anak Memperoleh Pengetahuan
1)    Melalui interaksi social, anak mengetahui sesuai dari manusia lain ketika anak meneliti atau melihat sesuatu, anak tersebut akan tahu tentang objek jika diberitahu oleh pihak lain.
2)    Melalui pengetahuan fisik, yaitu mengetahui sifat fisik dari suatu benda. Penegetahuan ini diperoleh dengan menjelajah dunia yang bersifat fisik, melalui kegiatan tersebut anak belajar tenang sifat bulat, panjang, pendek, keras, lemah, dingin atau panas. Konsep tersebut didapat dari pemahaman terhadap lingkungan dimana anak berinteraksi langsung.
3)    Melalui logika Mathematical, meliputi pengertian tentang angka, seri, klasifikasi, waktu, ruang, dan konversi.

b.    Implementasi dalam Pembelajaran Anak Usia Usia Dini
Untuk membangun pengetahuan pada anak diperlukan metode pembelajaran yang tepat agar pengetahuan yang ingin dibangun oleh anak dapat terinternalisasi dengan baik, metode tersebut antara lain:
1)    Metode praktek langsung, melalui kegiatan praktik langsung diharapkan anak akan dapat pengalaman melalui interaksi langsung dengan objek.
2)    Metode cerita, anak akan mendapat pengetahuan tentang bagaimana cara menyampaikan pesan pada orang lain mampu memahami pesan-pesan ingin disampaikan.
3)    Metode Tanya jawab, membangun pengetahuan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sehingga anak dapat menjawab dan membuat pertanyaan sesuai informasi yang ingin diperoleh.
4)    Metode Proyek, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan eksplorasi pada lingkungan sekitar sebagai proyek belajar.
5)    Metode Bermain Peran, anak dapat mengembangkan pengetahuan social karena dituntut untuk mempelajari dan memperagakan peran yang akan dimainkan.
6)    Metode Demonstrasi, menunjukkan/memperagakan suatu tahapan kejadian, proses dan peristiwa.
                                                                                           
5.  Lev  Vygotsky
Lev Vygotsky dikenal sebagai a socialcultural construvist asal Rusia. Vygotsky dalam Bordova dan Deborah (1996:23) berpendapat bahwa penegetahuan tidak diperoleh dengan cara di alihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan sesuatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya (Bordova dan Deborah, 1996:23).
Selanjutnya teori revolusi sosio kulturalnya, Vygotsky mengemukakan bahw
a manusia memiliki alat berpikir (tool of mind) yang dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai kapasitas alami (Bordova dan Deborah, 1996:26) Vygotsky mengemukakan beberapa kegunaan dari alat berpikir manusia yaitu:
1.    Membantu memecahkan masalah, sesorang akan mampu mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya, anak-anak akan mencoba memecahkan masalah dalam permainan yang sedang dikerjakan (mencari jejak).
2.    Memudahkan dalam melakukan tindakan, dengan alat berpikirnya, setiapindividu akan dapat memilih tindakan atau perbuatan seefektif dan seefesien mungkin dalam mencapai tujuan itu merupakan cerminan dari fungsinya alat berpikir.
3.    Memperluas kemampuan, melalui berbagai eksplorasi yang dilakukan soorang anak melalui panca inderanya, maka akan semakin banyak hal yang akan ia ketahui.
4.    Melakukan sesuatu yang sesuai dengan kapasitas alaminya, alat berpikir berkembang secara alami, mengikuti apa yang terjadi disekitarnya. Semakin banyak stimulasi yang diperoleh anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, maka akan semakin cepat berkembang fungsi pikirnya.
Prinsip dasar dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses ko-konstruksi membangun berbagai penegetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks social dimana anak tersebut berada. Penegetahuan juga berasal dari lingkungan budaya. Pengetahuan yang berasal dari budaya  biasanya didapatkan secara turun temurun melalui orang-orang yang berada disekitar. Penegethuan dibangun oleh anak berdasarkan kemampuan dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak.
Peningkata kualitas kognitif terasa dari kehidupan sosialnya, bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori Vygotsky lebih tepat disebut sebagai pendekatan ko-konstruktivisme yaitu proses membangun pengetahuan baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat didalamnya. Vygotsky percaya bahwa Kognitif tertinggi yang berkembang saat anak berada disekolah yaitu saat terjadinya interaksi antara anak dan guru. Pengetahuan yang diberikan secara termakna bagi anak akan memberikan dampak yang berharga bagi anak.
Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) anak hendaknya memperoleh kesempatan luas dalam kegiatan pembelajaran guna menegembangkan potensinya; 2) pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya; 3) program kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi; 4) anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajari dengan pengetahuan procedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah dan; 5) proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi.
Vygotsky memandang bermain sebagai kegiatan social. Pada awalnya, anak-anak bermain secara solitary (bermain secara sendiri-sendiri), seiring dengan kematangan kognitif anak dan berkurangnya egosentris, permainan anak menjadi lebih social.
Cara Belajar Anak Usia Dini
Berhubungan dengan proses pembentukan, Vygotsky mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (ZPD), Hukum genetic tentang perkembangan dan Mediasi.
1.    Hukum genetic tentang perkembangan (Genetic Law of Development)
Kemampuan sesorang untuk tumbuh dan berkembang melewati 2 tatanan, yaitu tatanan social tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tatanan psikologis didalamdiri orang yang bersangkutan. 4 tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:
1.    Tindakan anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain
2.    Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri
3.    Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi
4.    Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.

2.    Mediasi
Merupakan tanda, lambing dan bahasa mediator yang berasal dari lingkungan sosiokultural dimana seseorang berada. Dalam kegiatan pembelajaran anak dibimbing oleh orang dewasa/teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami tanda, lambing dan bahasa merupakan penghubung antara rasionalitas sosiokultural (internal) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar. Sebagai mediator, bahasa sangat penting dalam perkembangan kognisi anak. Bahasa dapat menjadikan anak berimajinasi, memanipulasi, menciptakan gagasan baru dan membagi gagasan tersebut dengan orang lain.
Implementasi Model Pembelajaran Vygotsky
Kegiatan pembelajaran berdasarkan teori belajar Vygotsky antara lain:
1.    Menyusun balok
Diharapkan anak-anak dapat membangun imajinasinya tentang bentuk dan ruang memanipulasi bangunan dari balok-balok yang telah tersedia.
2.    Menyampaikan cerita
Menyampaikan cerita biasanya memberikan keuntungan dalam menegembangkan bahasa dan kreativitas. Mendorong  perkembangan ketajaman ingatan,berpikir logis dan pengendalian diri.
3.    Permainan dramatik
Merupakan suatu kegiatan mengungkapkan seluruh fungsi mental tinggi, pengendalian diri dan berbagai fungsi simbolik.
4.    Penulisan jurnal
Anak melakukan komunikasi dengan orang lain melalui berbagai ungkapan secara tertulis.
6.Howard Gardner
Seorang psikolog di Harvard University, mempelajari dan mengembangkan pandangan analitis berdasarkan pada pengorganisasian kecerdasan manusia bukan sebagai satu elemen, tetapi oleh tujuh kategori berikut kecerdasan. Gardner menyampaikan bahwa setiap orang adalah campuran dari semua tujuh, dalam berbagai derajat. Dengan melihat melalui "lensa" dari s Gardner, kita bisa melihat satu atau dua kecerdasan dominan berdiri di setiap orang yang kita kenal, termasuk diri kita sendiri. Kecerdasan lainnya yang jelas dalam mengurangi dominasi dan kekuatan lebih lanjut kita menganalisis. Mari kita daftar tujuh dan membahas setiap sedikit. Tubuh-Kinestetik Kecerdasan Orang dengan bentuk kecerdasan saja tidak bisa duduk diam. Mereka menggoyangkan terus-menerus, membuat suara dengan mulut mereka, jari, kaki, tangan, baik oleh terus-menerus menekan atau mencicit dan berkotek. Mereka tidak sabar untuk berada di luar bermain, berlari, memanjat pohon-sebut saja. Sebagai orang dewasa, mereka gelisah, mungkin doodle sementara di telepon. Jika seseorang kinestetik-jasmani memiliki keterampilan atletik juga, dia atau dia mungkin akan sangat baik di olahraga, menari, dan kegiatan lainnya.
Seorang anak dengan jenis intelijen tidak akan bergaul dengan baik dalam lingkungan sekolah yang khas. Sebagian besar sekolah mengajar anak-anak dengan cara yang lebih kondusif bagi kecerdasan logis-matematis. Interpersonal Intelijen, Orang dengan bentuk kecerdasan memiliki kepribadian yang kuat dan sensitif terhadap orang lain dan apa yang terjadi di sekitar mereka secara umum. Mereka membuat jenis sosial yang besar. Host masyarakat yang berhasil dan hostes yang mengadakan pesta di kota-kota komersial besar akan memiliki kecerdasan interpersonal yang kuat, tahu persis siapa yang harus mengundang untuk peristiwa jaringan penting serta siapa yang harus duduk bersama-sama dan siapa yang harus memisahkan.







Daftar Pustaka
 Abraham H. Maslow. 1964. Religion, Value, and Peak-Experiences. Columbus: Ohis State University Press. Hlm. 8.
C. George Boeree. 2006. Personality Theories. Yogyakarta: Primasophie. Hlm. 277-290.
Ibid. “Tahapan Pengembangan Intelektual Anak-anak dan Remaja" Anak DevelopmentInstitute.
-------"Belajar Melalui Play: Putar Fungsional." FB Meekins Preschool Koperasi.
          Http://www.fbmeekins.org/attachments/146 Learning Through Play2 Functional play.pdf (diakses 4 Oktober  2012.)
Sarlito W. Sarwono. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 174-178.
Soegeng Santoso. Pendidikan Anak Usia Sini. Jakarta: Citra Pendidikan Indonesia, 2002.
Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks hak cipta Bahasa Indonesia, 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar